Dalam Rencana Aksi Program (RAP) Tahun 2020-2024, Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (2020) menyatakan bahwa dalam periode tiga dekade terakhir, telah terjadi perubahan beban penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Hal ini dapat dilihat dari perubahan penyebab utama Disability Adjusted Life Years (DALYs) lost. Penyebab utama DALYs lost tahun 1990 adalah neonatal disorders, lower respiratory infection, diarrheal disease, tuberculosis dan stroke. Pada tahun 2017, lima penyebab utama DALYs lost adalah stroke, ischemic heart disease, diabetes, neonatal disorders dan tuberculosis. DALYs lost akibat stroke mengalami peningkatan dari peringkat kelima pada tahun 1990 menjadi peringkat pertama pada tahun 2017, dengan peningkatan sebesar 93,4%. Peningkatan yang tajam DALYs lost dari tahun 1990 ke tahun 2017 terutama terlihat pada penyakit diabetes (157,1%), penyakit jantung iskemik (113,9%) dan kanker paru (113,1%).
Faktor risiko utama penyakit tidak menular (PTM) dapat dibagi menjadi tiga kategori besar, yaitu faktor metabolik, faktor perilaku, dan faktor lingkungan. Faktor metabolik mencakup tekanan darah tinggi, gula darah tinggi, obesitas, dislipidemia, gangguan fungsi ginjal, serta malnutrisi pada ibu hamil dan anak-anak. Sementara itu, faktor perilaku meliputi pola makan yang tidak sehat, merokok, kurangnya aktivitas fisik, serta konsumsi alkohol. Selain itu, faktor lingkungan seperti polusi udara, kekerasan, dan kemiskinan juga turut berperan dalam memperburuk kondisi kesehatan masyarakat.
Ketiga faktor, metabolik, perilaku dan lingkungan, perlu direspon secara berkesinambungan untuk mengurangi dampak PTM secara efektif. Faktor perilaku, seperti pola makan yang tidak sehat, merokok, kurangnya aktivitas fisik, dan konsumsi alkohol, memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan penyakit tidak menular, seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung. Oleh karena itu, perubahan perilaku yang melibatkan peningkatan kesadaran akan pola hidup sehat—seperti diet yang lebih seimbang, berhenti merokok, dan rutin berolahraga—menjadi kunci utama dalam menanggulangi ancaman penyakit-penyakit ini. Rekayasa perilaku kesehatan, yang dapat dilakukan melalui edukasi, dukungan sosial, dan intervensi yang tepat, berperan penting dalam mengatasi faktor-faktor risiko tersebut, sekaligus mencegah peningkatan angka kematian dan kecacatan akibat PTM. Dengan demikian, intervensi perilaku yang berfokus pada perubahan gaya hidup merupakan langkah strategis untuk menurunkan beban PTM di Indonesia.
Untuk memahami lebih lanjut bagaimana rekayasa perilaku dapat diterapkan, Kasl dan Cobb (1966, dalam Glanz, 2015) mengklasifikasikan perilaku kesehatan ke dalam tiga kategori utama yang dapat membantu kita memahami bagaimana perilaku individu berperan dalam menjaga kesehatan dan menghadapi penyakit. Pertama, perilaku kesehatan preventif adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang merasa sehat, dengan tujuan untuk mencegah atau mendeteksi penyakit sejak dini sebelum gejala muncul. Contohnya adalah menjalani gaya hidup sehat, seperti berolahraga teratur dan makan makanan bergizi, serta melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Kedua, perilaku mengalami gejala sakit terjadi ketika seseorang mulai merasakan gejala penyakit, seperti flu, dan berusaha mencari informasi atau konsultasi medis untuk memastikan kondisinya dan mendapatkan pengobatan yang tepat. Ketiga, perilaku dalam keadaan sakit merujuk pada tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang merasa sakit dan membutuhkan perawatan untuk sembuh. Dalam kondisi ini, individu umumnya akan mencari bantuan medis dan mungkin juga mengurangi aktivitas sehari-hari, seperti tidak bekerja atau meminta bantuan orang lain untuk sementara waktu. Ketiga kategori ini penting dalam memahami bagaimana individu merespons kondisi kesehatannya, yang dapat dijadikan dasar dalam merancang intervensi kesehatan yang lebih efektif.
Alternatif dalam rekayasa perilaku kesehatan
Untuk mengaplikasikan pemahaman tentang perilaku kesehatan ini dalam intervensi yang lebih praktis, pendekatan rekayasa perilaku kesehatan dapat digunakan. Salah satu metode yang efektif adalah melalui teori ABC, yang menekankan pentingnya pemahaman tentang faktor pemicu (antecedent), perilaku yang diinginkan (behavior), dan konsekuensinya (consequence). Dengan memahami ketiga komponen ini, intervensi dapat dirancang untuk mengubah perilaku individu menuju gaya hidup sehat yang lebih berkelanjutan.
Teori ABC ini dicetuskan oleh Sulzer Azaroff Mayer (1977) yang terdiri dari tiga komponen utama: Pertama, Antecedent merujuk pada faktor-faktor yang memicu seseorang untuk melakukan perilaku tertentu, baik itu berupa kondisi lingkungan atau interaksi sosial. Misalnya, kampanye kesehatan yang memberikan informasi tentang risiko penyakit dapat menjadi pemicu bagi individu untuk mengubah perilaku mereka menuju gaya hidup yang lebih sehat. Kedua, Behavior adalah tindakan atau perilaku yang diharapkan terjadi sebagai respons terhadap pemicu tersebut, seperti mulai berolahraga atau mengadopsi pola makan sehat. Ketiga, Consequence mencakup hasil atau dampak dari perilaku tersebut, yang dapat bersifat positif atau negatif. Jika konsekuensi dari perilaku sehat, seperti peningkatan energi atau penurunan berat badan, dirasakan secara positif, individu cenderung untuk mempertahankan perilaku tersebut. Dengan menggunakan pendekatan ini, pekerja sosial dan profesional kesehatan lainnya dapat merancang intervensi yang lebih efektif untuk mendorong perubahan perilaku kesehatan yang diinginkan dalam masyarakat.
Penerapan ABC versi Pekerja Sosial Medis
Penerapan teori ABC dalam rekayasa perilaku kesehatan oleh Pekerja Sosial Medis adalah: (1) Identifikasi Antecedent. Pekerja Sosial Medis harus memahami apa saja pemicu (triggers) yang memotivasi individu untuk melakukan perilaku tertentu. Antecedent dapat berupa kondisi lingkungan, interaksi sosial, atau faktor internal seperti pengetahuan dan sikap. Misalnya, dalam kampanye kesehatan, pemicu dapat berupa flyer digital, poster di tempat umum, atau diskusi grup online. (2) Menentukan target desain perilaku. Setelah identifikasi antecedent, Pekerja Sosial Medis harus menentukan perilaku yang ingin diubah. Perilaku ini harus relevan dengan tujuan kesehatan yang diinginkan, seperti meningkatkan aktivitas fisik, mengurangi konsumsi alkohol, atau mempraktikkan pola hidup bersih dan sehat. Selanjutnya Pekerja Sosial Medis pada tahap (3) Implementasi konsekuensi baik bernilai positif ataupun negatif. Konsekuensi adalah hasil yang dihasilkan dari perilaku tersebut. Pekerja Sosial Medis harus memastikan bahwa konsekuensi dari perilaku yang baru adalah positif dan mendukung. Misalnya, jika seseorang mulai berolahraga secara teratur, konsekuensinya dapat berupa peningkatan energi, penurunan berat badan, dan peningkatan mood. Jika konsekuensinya negatif, seperti rasa lelah atau cedera ringan, maka intervensi tambahan diperlukan untuk memperbaiki konsekuensi tersebut. (4) Monitoring dan Evaluasi. Proses ini melibatkan pengukuran frekuensi perilaku sebelum dan setelah intervensi. Pekerja Sosial Medis menggunakan tools seperti grafik perilaku untuk memvisualisasikan perubahan dan mengevaluasi efektivitas intervensi. Hasil evaluasi ini digunakan untuk menyesuaikan strategi intervensi jika diperlukan. (5) Integrasi dengan Strategi Lain. Teori ABC sering digunakan dalam kombinasi dengan Metode Partisipatori Assessmen - Partisipatori Hygiene And Sanitation Transformasion (MPA-PHAST) untuk membangkitkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menciptakan solusi permasalahan kesehatan lingkungan dan sanitasi. Integrasi ini membuat intervensi lebih efektif dan berkelanjutan.
Dengan cara ini, Pekerja Sosial Medis dapat merekayasa perilaku kesehatan yang lebih positif dan mendukung status kesehatan masyarakat secara keseluruhan. ***
Referensi:
1. Rencana Aksi Program (RAP) Tahun 2020-2024. Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Kementerian Kesehatan. 2020. Akses di: https://bbkkmakassar.com/assets/files/RAP_Ditjen_P2P_Tahun_2020-2024.pdf
2. Health Behavior : Theory, Research, and Practice. Karen Glanz, Barbara K. Rimer, K. Viswanath, editors.— Fifth edition. Jossey-Bass public health. 2015. Akses di: https://www.gmu.ac.ir/Dorsapax/userfiles/file/KarenGlanzBarbaraKRimer.pdf