Akses Layanan Rehabilitasi, Menagih Wujud Nyata Negara Penuhi Hak Difabel
oleh : Hani Ulfah Pohan, M.Tr.Sos
Kesehatan dipandang sebagai aspek penting dalam kebijakan sosial karena
kesehatan menjadi salah satu faktor penentu kesejahteraan sosial.
Penyelenggaraan upaya kesehatan meliputi salah satunya kesehatan
penglihatan. Kebijakan yang mengatur upaya kesehatan penglihatan di
antaranya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2020 tentang
Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Pendengaran, Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 29 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Kesehatan Mata di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Peta Jalan Penanggulangan
Gangguan Penglihatan di Indonesia Tahun 2017-2030 dan Integrated PeopleCentered Eye Care (IPEC). Implementasi dari kebijakan-kebijakan tersebut
faktanya belum menjawab permasalahan dan kebutuhan masyarakat yang
mengalami gangguan penglihatan. Permasalahan pelayanan kesehatan mata
di Indonesia masih menjadi isu yang belum terselesaikan. Berbagai faktor yang
mempengaruhi pelayanan kesehatan mata antara lain akses pelayanan
kesehatan mata yang masih terbatas, kualitas pelayanan kesehatan mata yang
masih kurang memadai dan kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan
kesehatan mata di Indonesia masih terbilang minim. Prevalensi kebutaan di
Indonesia sebesar 3,0% dengan demikian masalah kebutaan merupakan
masalah sosial.
Metode analisis kebijakan menggunakan metode retrospektif.
Prediksi perkembangan masalah menggunakan teknik regresi linear ganjil.
Sasaran advokasi kebijakan adalah Direktur Pusat Mata Nasional Rumah Sakit
Mata Cicendo Bandung. hasil analisis alternatif kebijakan menggunakan
penetapan kriteria Technical Feasibility, Economic & Financial Possibility,
Political Viability, dan Administrative Operability, maka alternatif kebijakan yang
direkomendasikan adalah alternatif yang ketiga penyusunan Pedoman
Pelayanan Rehabilitasi Penglihatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Hasil dari Naskah Kebijakan ini dapat di akses pada link berikut :