Azrul
Ardiansyah, S.ST
Gangguan
jiwa merupakan suatu keadaan menyimpangnya proses pikir, alam, perasaan serta
perilaku seseorang. Menurut Stuart & Sundeen 1998 gangguan jiwa merupakan
suatu masalah kesehatan yang menyebabkan ketidakmampuan psikologis atau
perilaku yang ditimbulkan akibat gangguan pada fungsi social, psikologis,
genetic, fisik/kimiawi, serta biologis (Thong,2011). Menurut UU Nomor 18 Tahun
2014 orang dengan gangguan jiwa atau sering disingkat dengan ODGJ adalah
individu yang mengalami gangguan dengan pikiran, perasaan dan perilakunya yang
dimanifestasikan dengan bentuk gejala dan atau perubahan perilaku yang
bermakna, serta dapat menyebabkan penderitaan serta hambatan dalam menjalankan
fungsi sebagai manusia.
Berdasarkan
data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, menunjukkan lebih dari 19
juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental emosional,
dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi. Selain itu
berdasarkan Sistem Registrasi Sampel yang dilakukan Badan Litbangkes tahun
2016, diperoleh data bunuh diri pertahun sebanyak 1.800 orang atau setiap hari
ada 5 orang melakukan bunuh diri, serta 47,7% korban bunuh diri adalah pada
usia 10-39 tahun yang merupakan usia anak remaja dan usia produktif. Untuk saat
ini Indonesia memiliki prevalensi orang dengan gangguan jiwa sekitar 1 dari 5
penduduk, artinya sekitar 20% populasi di Indonesia itu mempunyai
potensi-potensi masalah gangguan jiwa.
Dalam penanganannya terhadap Orang Dengan Gangguan
Jiwa (ODGJ) terdapat peran penting yang dilakukan oleh tenaga kesehatan seperti
Dokter, Perawat, Psikolog dan Okupasi Terapi. Namun dalam bidang
kesehatan,tidak hanya tenaga medis saja yang dapat berperan dan berkontribusi,
melainkan pekerja sosial pun memiliki andil dalam berjalannya system pelayanan
kesehatan. Charles
Zastrow (1982) mengemukakan bahwa pekerjaan sosial adalah profesi yang membantu
individu, kelompok, dan masyarakat untuk meningkatkan atau memperbaiki
kemampuan dan keberfungsian sosial mereka serta menciptakan kondisi masyarakat
yang mendukung mereka untuk mencapai tujuan tersebut. Pekerja sosial memiliki
tanggung jawab untuk membantu membentuk kemandirian di dalam diri masyarakat
agar mereka dapat mencapai kehidupan yang lebih sejahtera. Masing-masing
profesi tersebut memiliki peran penting dalam memberikan perawatan secara
komprehensif dan berkesinambungan.
Profesi
pekerjaan sosial memiliki tujuan untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki
oleh manusia, dalam konteks lingkungan, dan juga hubungan manusia dengan
lingkungan sehingga manusia dapat hidup secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan
hidup dan menjalankan fungsi sosial yang mereka miliki (Raharjo, 2017).
Terdapat beberapa peran pekerja sosial yang dikemukakan oleh Luhpuri, dkk.
(2000), yaitu:
1.
Pekerja
Sosial sebagai Fasilitator
Dalam
peran sebagai fasilitator, pekerja sosial berperan untuk menyediakan atau
memfasilitasi hal-hal yang klien butuhkan baik untuk menyelesaikan masalah yang
dimiliki, mengembangkan potensi, ataupun memenuhi kebutuhan hidup.
2.
Pekerja
Sosial sebagai Mediator
Pekerja
sosial berperan untuk menjadi mediator di tengah kedua pihak agar tujuan
kesejahteraan dari kedua belah pihak dapat tercapai.
3.
Pekerja
Sosial sebagai Advokator
Sebagai
advokator, pekerja sosial bertanggung jawab untuk membantu klien yang haknya
sedang direnggut atau dirugikan pihak lain agar dapat hidup sejahtera kembali
dengan hak yang terpenuhi.
4.
Pekerja
Sosial sebagai Liaison
Peran
ini mengharuskan pekerja sosial untuk memberikan dan melanjutkan informasi
kepada keluarga atau pihak terdekat dari klien, sebagai faktor pertimbangan
untuk tindak lanjut kepada klien.
5.
Pekerja
Sosial sebagai Konselor
Sebagai
konselor, pekerja sosial bertugas untuk mendengarkan dan memberikan konsultasi
kepada klien yang bermasalah. Tidak hanya mendengarkan saja, pekerja sosial
juga harus memiliki keterampilan untuk mencari potensi yang dimiliki klien dan
mendorong klien untuk menyelesaikan masalahnya.
6.
Pekerja
Sosial sebagai Penghubung
Penghubung merupakan peran untuk menjadi
jembatan antara klien dan keluarga, klien dan lembaga terkait, serta klien
dengan sumber daya yang dibutuhkan oleh klien.
Beberapa peranan
diatas dapat dilihat bahwa pekerja sosial medis memiliki peranan penting dalam
meningkatkan keberfungsian sosial kliennya dalam hal ini yaitu Orang Dengan
Gangguan Jiwa yang masih mempunyai hak untuk hidup lebih layak dan mendapatkan
akses pendidikan maupun pekerjaan tanpa adanya diskriminasi dan stigma oleh
masyarakat.
https://journal.unpas.ac.id/index.php/humanitas/article/download/5772/2854/30505